Jamur Danda, Mengenal Keseksian Si Janda dari Batola
Sempat mengalami fase-fase pesimis, sekarang petani jamur tiram dari Desa Danda Jaya, Kecamatan Rantau Badauh, dapat menikmati ‘keseksian’ janda-janda mereka.
KABARKALSEL.COM, MARABAHAN – Sempat mengalami fase-fase pesimis, sekarang petani jamur tiram dari Desa Danda Jaya, Kecamatan Rantau Badauh, dapat menikmati ‘keseksian’ janda-janda mereka.
Janda yang notabene kependekan dari jamur Danda, dirintis sejak 2007. Namun lantaran keterbatasan pengetahuan, modal, sarana dan pemasaran, penanaman sempat terhenti.
Lantas mulai 2012, pasca penyelenggaraan pelatihan di Balai Pelatihan Kerja, sejumlah petani seperti mendapatkan kesempatan kedua.
Kendati demikian, masalah klasik berupa keterbatasan modal sempat menghantui. Wajar kalau sejak 2012 hingga 2015, mereka belum bisa berproduksi maksimal.
Di sisi lain, masyarakat belum begitu mengenal jamur tiram, sehingga petani pun kesulitan memasarkan produk.
Beruntung perhatian pemerintah mulai membaik. Sejumlah petani berhasil memperoleh modal usaha, baik berupa pinjaman maupun bantuan murni.
Dibarengi perbaikan manajemen produksi dan pemasaran, khalayak pun mulai mengenal dan menyukai janda. Penyingkatan nama jamur Danda menjadi janda, ternyata juga ikut menarik perhatian.
“Sekarang pemasaran dan permodalan tidak lagi menjadi kendala. Sudah sejak 2019, kami mengalokasikan anggaran melalui Dana Desa untuk pengembangan kelompok usaha janda,” papar Diyono, Kepala Desa Danda Jaya, Diyono.
“Sedangkan jalan pemasaran sudah terbuka, baik di Batola sendiri, maupun Banjarmasin dan beberapa kabupaten di Kalimantan Tengah,” imbuhnya.
Terdapat 13 kelompok usaha janda yang berkembang di Danda Jaya. Setiap kelompok terdiri dari 15 sampai 20 warga dengan pembagian tugas masing-masing.
Mulai dari pembuatan kumbung, penyiapan media tanam atau baglog, pengukusan selama 10 hingga 12 jam, pembibitan, hingga panen. Sedangkan biaya yang digunakan sekitar Rp1,5 juta per bulan.
Dari proses penyiapan baglog hingga menghasilkan jamur, dibutuhkan waktu sekitar 40 hingga 60 hari dengan masa panen tiga sampai empat kali sepekan.
Satu baglog sendiri bisa menghasilkan sekitar 600 gram jamur tiram, tergantung dari cara perawatan dan lingkungan.
Biasanya sepanjang musim kemarau, produksi sedikit menurun. Sebaliknya selama musim hujan, produksi meningkat. Hal itu disebabkan sifat jamur yang membutuhkan kelembaban tinggi.
Sementara ketahanan baglog sekitar 3 sampai 4 bulan. Kalau sudah melewati masa, ribuan baglog harus diganti karena tidak lagi bisa menghasilkan jamur.
Dengan harga jamur mentah sekitar Rp20 ribu hingga Rp30 ribu per kilogram, dapat dibayangkan penghasilan dari rata-rata 1.500 baglog per bulan.
“Selain menjual mentah, warga juga sudah membuat produk olahan dari janda seperti nuget, pentol bakso, sate, mie ayam dan kerupuk,” jelas Diyono.
Pemasaran produk olahan janda pun sudah terbuka. Selain datang langsung ke Danda Jaya, penjualan online pun dilayani.
What's Your Reaction?