Samakan Persepsi, Sentra Gakkumdu Batola Ajak Panwascam Duduk Bareng
Memasuki salah satu tahapan krusial di Pilkada 2024, Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Barito Kuala (Batola) mengajak seluruh panwascam untuk duduk bersama, Kamis (12/9).
KABARKALSEL.COM, MARABAHAN - Memasuki salah satu tahapan krusial di Pilkada 2024, Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Barito Kuala (Batola) mengajak seluruh panwascam untuk duduk bareng, Kamis (12/9).
Tidak sekadar mengopi bareng, pertemuan tersebut sekaligus momen menyamakan persepsi antara Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Polres dan Kejaksaan Negeri (Kejari) yang menjadi elemen Sentra Gakkumdu.
"Mengingat Sentra Gakumdu tidak berada di kecamatan, kami memanfaatkan pertemuan ini untuk menyamakan persepsi, sekaligus pengenalan lebih lanjut bersama panwascam," papar Rizkia Fauziah, Kordiv Hukum Penanganan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Batola.
"Meski sebagian besar sudah mengetahui, kami mengingatkan lagi kepada panwascam tentang potensi tindak pidana dalam pemilihan," imbuhnya.
Seperti dipaparkan Kasat Reskrim Polres Batola, AKP Morris Widhi Harto, selalu ditemukan tindak pidana dalam setiap pemilihan.
"Dalam konteks pilkada, tren dugaan tindak pidana secara nasional cenderung meningkat. Dari awalnya hanya puluhan perkara yang diteruskan ke Polri di Pilkada 2015 dan 2017, meningkat menjadi ratusan di Pilkada 2018 dan 2020," papar Morris.
Baca juga:
Marak Dugaan Ijazah Palsu di Pilkada, KPU Batola Tunggu Aduan Masyarakat
Jelang Pendaftaran Pencalonan Pilkada 2024, Bawaslu Batola Soroti Ijazah Tidak Sah
"Bahkan di Pilkada 2018 dan 2020, ratusan perkara pula yang dilimpahkan ke kejaksaan. Sebaliknya hanya puluhan perkara yang dihentikan lantaran tidak cukup bukti maupun cacat formil," imbuhnya.
Adapun tindak pidana pemilihan yang paling sering terjadi di antaranya membuat tindakan atau keputusan merugikan salah satu pasangan calon.
Kemudian kampanye hitam dengan menfitnah dan menghasut, perusakan Alat Peraga Kampanye (APK), pemalsuan, politik uang, hingga memberikan suara lebih dari satu kali di TPS yang sama maupun berbeda.
Namun demikian, Sentra Gakkumdu dituntut bekerja ekstra cepat dalam menangani laporan maupun temuan dugaan tidak pidana pemilihan.
"Paling lama 7 hari setelah ditemukan, Bawaslu harus menindaklanjuti laporan paling lama 3 hari plus 2 hari untuk meminta keterangan pelapor," tegas Morris.
Selanjutnya penyidikan dilakukan paling lama 14 hari sejak laporan diterima, penelitian pra penuntutan berdurasi 3 hari, dilanjutkan pemenuhan petunjuk jaksa semalam 3 hari.
"Makanya sesuai Pasal 146 ayat (2) UU Pemilihan, penyidik dapat menggeledah, menyita dan mengumpulkan alat bukti untuk kepentingan penyelidikan maupun penyidikan tanpa surat izin ketua pengadilan negeri setempat," jelas Morris.
Di sisi lain, proses penyelidikan maupun penyidikan terhadap peserta pemilihan masih dapat ditunda sampai tahapan selesai, kecuali untuk perkara tertentu.
"Salah satunya tertangkap tangan, tindak pidana yang diancam pidana seumur hidup atau mati, mengancam keamanan negara, menimbulkan kerusuhan atau kegaduhan, dan kejatahan luar biasa," jelas Morris.
Baca juga:
Hasil Pengawasan Coklit di Batola, Bawaslu Temukan Pantarlih Terindikasi Parpol
Mitigasi Kerawanan Pilkada 2024, Polres Batola Gelar Simulasi Sispamkota
Sementara Kasi Intel Kejari Batola, Mohammad Hamidun Noor, dalam kesempatan yang sama menjelaskan perkara tindak pidana pemilihan ditangani Sentra Gakkumdu menggunakan hukum acara dalam Undang-Undang Pilkada.
"Salah satunya memalsukan data dan daftar pemilih dipidana penjara paling singkat 12 bulan dan paling lama 72 bulan, dan denda paling sedikit Rp12 juta dan paling paling banyak Rp72 juta," beber Hamidun.
Kemudian calon yang melibatkan pejabat BUMN/BUMD, ASN, TNI, Polri, kepala desa maupun perangkat desa dipidana penjara paling singkat 4 bulan atau paling lama 24 bulan.
Itu masih ditambah denda paling sedikit Rp200 juta atau paling banyak Rp1 miliar sesuai Pasal 187 ayat (6) UU Pilkada.
"Adapun terkait netralitas ASN, telah diatur berbagai larangan dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Tahun 2022," jelas Hamidun.
"Seperti kampanye/sosialisasi di media sosial, menghadiri deklarasi calon, ikut kampanye dengan atribut ASN, ikut kampanye menggunakan fasilitas negara dan mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan," tutupnya.
What's Your Reaction?