Banjir Berulang di Kalteng, Alih Fungsi Lahan Menjadi Penyebab
Tidak hanya Murung Raya, sejumlah kabupaten di Kalimantan Tengah konsisten mengalami banjir sejak 2019.
KABARKALSEL.COM, PALANGKA RAYA - Tidak hanya Murung Raya, sejumlah kabupaten di Kalimantan Tengah konsisten mengalami banjir sejak 2019.
Berdasarkan data Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng, sedikitnya 5 kabupaten dilanda banjir sejak awal Oktober 2024.
Dimulai dari Barito Utara, Barito Selatan, Kapuas, Pulang Pisau, Murung Raya yang masih berlangsung hingga sekarang.
Adapun banjir di Murung Raya terjadi sejak 18 Oktober 2024 dengan ketinggian air sekitar 10 meter, atau terburuk dalam 20 tahun terakhir.
Akibatnya sebanyak 10.964 unit bangunan terendam, dan 12.278 kepala keluarga atau 44.207 jiwa terdampak banjir.
Ironisnya kelima kabupaten tersebut juga merupakan wilayah yang berulang kali dilanda banjir sejak 2019. Bahkan setiap tahun, luasan banjir semakin meluas.
Diyakini pemantik banjir adalah perubahan kondisi tutupan lahan yang semakin memburuk. Situasi ini beriringan dengan perluasan penguasaan lahan oleh investasi skala besar.
"Terjadi perubahan signifikan tutupan hutan dan lahan di Kalteng selama periode 2019 hingga 2022," papar Direktur Walhi Kalteng, Bayu Herinata, Sabtu (26/10).
Terdapat empat klasifikasi peruntukan lahan yang mengalami penurunan tutupan lahan dalam periode 2019 hingga 2022.
Mulai dari semak belukar seluas 44.360 hektare, belukar rawa 196.285 hektare, hutan mangrove primer 493 hektare dan hutan rawa primer 4.259 hektare.
Di sisi lain, terjadi kenaikan luasan tutupan lahan untuk perkebunan sawit seluas 123.766 hektare, hutan tanaman 12.649 hektare, dan pertambangan 40.691 hektare.
Bahkan penguasaan ruang oleh investasi skala besar itu sudah mencapai 78 persen dari luas wilayah Kalteng.
"Kenaikan tutupan lahan yang disebabkan alih funsgi lahan itu diindikasikan sebagai penyebab kerusakan lingkungan yang berujung kerentanan banjir di beberapa kabupaten," tegas Bayu.
Sejalan dengan kondisi tutupan lahan yang semakin buruk, sikap pemerintah dalam upaya menanggulangi faktor penyebab bencana berulang juga bias dan inkonsisten.
"Pemprov Kalteng belum juga menunjukan sikap yang jelas, terutama dalam membuat kebijakan mitigasi bencana," tukas Bayu.
"Segerakan evaluasi kebijakan tata kelola sumber daya alam. Demikian pula evaluasi tata ruang untuk memperjelas posisi kerentanan bencana di Kalteng,” sambungnya.
What's Your Reaction?