Atasi Keterbatasan Lahan, Petani Cabai Hiyung Tapin Lakukan Metode Tanam Apung

Inovasi dilakukan petani cabai hiyung yang tergabung dalam Kelompok Tani Karya Baru di Desa Hiyung, Kecamatan Tapin Tengah Tapin.

Maret 10, 2025 - 19:06 Wita
Maret 10, 2025 - 21:07
Atasi Keterbatasan Lahan, Petani Cabai Hiyung Tapin Lakukan Metode Tanam Apung
Ketua Kelompok Tani Karya Baru, Junaidi, memberikan pupuk kepada cabai hiyung yang ditanam dengan metode apung. Foto: Antara

KABARKALSEL.COM, RANTAU - Inovasi dilakukan petani cabai hiyung yang tergabung dalam Kelompok Tani Karya Baru di Desa Hiyung, Kecamatan Tapin Tengah, Tapin.

Mereka menanam sedikitnya 2.400 bibit cabai hiyung dengan menggunakan metode apung. Meski baru pertama kali dilakukan, progres yang terlihat cukup positif.

Faktanya hanya sekitar 100 tanaman yang mati. Ini pun lebih disebabkan curah hujan tinggi dalam beberapa pekan terakhir.

"Kematian bibit dalam budidaya cabai hiyung adalah hal yang biasa," papar Ketua Kelompok Tani Karya Baru, Junaidi, dikutip dari Antara, Senin (10/03/2025).

"Selama tidak melebihi 50 persen dari total tanaman awal, kondisi ini masih bisa dikategorikan normal," sambungnya.

Dibandingkan metode konvensional, pertumbuhan cabai hiyung dengan metode apung cukup berbeda. Salah satunya perkembangan akar yang terbatas, sehingga dapat memengaruhi laju pertumbuhan tanaman. 

"Namun secara keseluruhan, pertumbuhan cabai hiyung dalam metode apung masih terpantau baik," tukas Junaidi.

"Bahkan kami memperkirakan panen perdana tanam apung dapat dimulai Juli 2025 mendatang dengan hasil mencapai 2 ton," harapnya.

Sementara Kepala Dinas Pertanian Tapin, Triasmoro, menyebutkan budidaya dengan metode apung bisa menjadi solusi keterbatasan lahan pertanian.

"Kami akan terus memantau dan memberikan pendampingan kepada Kelompok Petani Karya Baru agar hasil panen optimal," janji Triasmoro.

Dengan inovasi pengembangan metode apung, diharapkan petani di Tapin dapat meningkatkan produktivitas pertanian.

"Tentunya bukan hanya hasil panen yang meningkat. Juga membuka peluang petani lain untuk mengadopsi metode yang lebih efisien dan berkelanjutan," tutup Triasmoro.

Hanya dibudidayakan di Desa Hiyung, cabai hiyung memiliki karakter unik. Penyebabnya ketika ditanam di tempat lain, pedas akan berkurang hingga bahkan cenderung tidak pedas. 

Padahal cabai hiyung memiliki tingkat kepedasan hingga 17 kali dibanding cabai rawit biasa yang dikembangkan di Indonesia, serta memiliki daya tahan lebih lama dalam suhu kamar.

Pun sejak 10 September 2020, cabai hiyung terdaftar sebagai produk Indikasi Geografis di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM. 

Diketahui cabang hiyung dapat berkembang di tanah datar hingga bergelombang dengan kemiringan lahan kurang dari 3 derajat dan terletak di ketinggian 5 hingga 10 MDPL. 

Adapun wilayah budidaya cabai hiyung terdiri dari jenis tanah gleihumus dan alluvial yang umumnya didominasi dengan tingkat keasaman tanah (pH) antara 3,4 hingga 3,6 dan curah hujan rata-rata mencapai 165,3 milimeter per bulan.

Dalam kondisi iklim tersebut, cabai hiyung memiliki kandungan gizi seperti protein, vitamin A, dan vitamin C, serta menghasilkan tingkat kepedasan sebesar 2.333 hingga 2.682 ppm atau setara 37.329 hingga 42.911 SHU. 

What's Your Reaction?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow